Bentuk
dari ruang publik bergantung pada pola dan susunan massa bangunan. Menurut
sifatnya ruang umum dapat dibedakan menjadi dua , yaitu:
- Ruang Tertutup Umum, yaitu ruang yang terdapat di dalam bangunan.
- Ruang Publik Umum, yaitu ruang yang terdapat di luar bangunan.
Definisi
ruang publik umum dapat diuraikan sebagai berikut :
- Bentuk dasar dari ruang publik umum selalu terletak di luar massa bangunan.
- Dapat dimanfatkan dan dipergunakan oleh setiap orang.
- Memberi kesempatan untuk bermacam – macam kegiatan.
Contoh
ruang publik umum adalah jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza,
taman kota, dan taman rekreasi.
Definisi
ruang publik khusus dapat diuraikan sebagai berikut:
- Bentuk dasar ruang publik selalu terletak di luar massa bangunan.
- Dimanfaatkan untuk kegiatan terbatas dan dipergunakan untuk keperluan khusus / spesifik.
Contoh
ruang publik khusus adalah taman rumah tinggal , taman lapangan upacara, daerah
lapangan terbang , dan daerah untuk latihan kemiliteran. Menurut kegiatannya,
ruang publik terbagi atas dua jenis , yaitu ruang publik aktif dan ruang publik
pasif.
- Ruang publik Aktif, adalah ruang publik yang mempunyai unsur – unsur kegiatan di dalamnya. Misalkan bermain, olahraga, jalan-jalan, dan lain-lain. Ruang publik ini dapat berupa plaza, lapangan olahraga, tempat bermain anak dan remaja, penghijauan tepi sungai sebagai tempat rekreasi, dan lain-lain.
- Ruang publik Pasif, adalah ruang publik yang di dalamnya tidak mengandung unsur – unsur kegiatan manusia. Misalkan penghijauan tepian jalur jalan, rel kereta api, bantaran sungai, ataupun penghijauan daerah yang bersifat alamiah. Ruang publik ini berfungsi sebagai keindahan visual dan fungsi ekologis semata.
Ditinjau
dari Segi Bentuk Menurut Rob Rimer (Urban Space) bentuk ruang publik secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
- Ruang publik berbentuk memanjang (koridor) pada umumnya hanya mempunyai batas pada sisi-sisinya, misalkan, bentuk ruang publik jalan, dan bentuk ruang publik sungai.
- Ruang publik berbentuk membulat pada umumnya mempunyai batas di sekelilingnya, misalkan, bentuk ruang lapangan upacara, bentuk ruang area rekreasi, dan bentuk ruang area lapangan olahraga.
Berdasarkan
sifatnya ada dua jenis ruang publik, yakni :
- 1. Ruang publik Lingkungan adalah ruang publik atau ruang yang disengaja dibuat untuk memenuhi fungsi tertentu yang terdapat pada suatu lingkungan yang sifatnya umum
- 2. Ruang publik Antar Bangunan adalah ruang publik yang tidak disengaja yang terbentuk oleh massa bangunan. Ruang publik ini mempunyai fungsi antara dapat bersifat umum ataupun pribadi sesuai dengan fungsi bangunannya.
Menurut
Utermann dan Small terdapat tiga fungsi ruang publik bila dihubungkan dengan
bidang arsitektur , yaitu :
- Ruang publik untuk kenyamanan (jalan setapak , jalur hijau , taan dan daerah bermain).
- Ruang publik serius (area parker dan ruang – ruang pelayanan lainnya).
- Ruang publik untuk menciptakan bentuk dan citra.
Adapun
ruang terbuang yakni ruang mati atau ruang “sisa” yang ada pada bangunan adalah
ruang yang di dalam desain harus dihindari. Bila ini terjadi maka perancangan
ruang yang diolah menandakan belum adanya pemikiran secara utuh terhadap
pemanfaatan tapak secara keseluruhan. Ruang luar menurut kesan fisiknya terbagi
atas :
- Ruang positif, yairu suatu ruang publik yang diolah dengan perletakan massa bangunan/ objek tertentu yang melingkupinya dan memberikan manfaat disebut ruang positif. Biasanya di dalamnya terkandung berbagai kepentingan dan kegiatan manusia.
- 2. Ruang negatif, yaitu ruang publik yang menyebar dan tidak berfungsi dengan jelas serta bersifat negative , biasanya terjadi secara spontan tanpa kegiatan tertentu. Terbentuk dengan tidak terencanakan, tidak terlingkup dan tidak termanfaatkan dengan baik sesuai dengan kebutuhan. Dapat pula terbentuk akibat adanya ruang yang terbentuk antara dua atau lebih bangunan yang tidak direncanakan khusus sebagai ruang publik.
Ruang publik yang dimaksud secara umum pada
sebuah kota, menurut Project for Public Spaces in New York
tahun 1984, adalah bentuk ruang yang digunakan manusia secara bersama-sama
berupa jalan, pedestrian, taman-taman, plaza, fasilitas transportasi umum
(halte) dan museum.
Pada umumnya ruang publik adalah ruang terbuka
yang mampu menampung kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas
bersama di udara terbuka. Ruang ini memungkinkan terjadinya pertemuan antar
manusia untuk saling berinteraksi. Karena pada ruang ini seringkali timbul
berbagai kegiatan bersama, maka ruang-ruang terbuka ini dikategorikan sebagai
ruang umum.
Sedangkan menurut Roger Scurton (1984) setiap
ruang publik memiliki makna sebagai berikut: sebuah lokasi yang didesain
seminimal apapun, memiliki akses yang besar terhadap lingkungan sekitar, tempat
bertemunya manusia/pengguna ruang publik dan perilaku masyarakat pengguna ruang
publik satu sama lain mengikuti norma-norma yang berlaku setempat.
Meskipun sebagian ahli mengatakan umumnya
ruang publik adalah ruang terbuka, Rustam Hakim (1987) mengatakan bahwa, ruang
umum pada dasarnya merupakan suatau wadah yang dapat menampung aktivitas
tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu maupun secara kelompok,
dimana bentuk ruang publik ini sangat tergantung pada pola dan susunan massa
bangunan. Menurut sifatnya, ruang publik terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Ruang publik tertutup : adalah ruang publik
yang terdapat di dalam suatu bangunan.
2. Ruang publik terbuka : yaitu ruang publik
yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka (open
space).
Menurut Zoer’aini (1997) tujuan umum
pembangunan suatu kota adalah untuk pertahanan hidup manusia yang terdiri atas
dua aspek yaitu tetap hidup dan mempertinggi nilai hidup. Secara umum dapat
dikemukakan bahwa pembangunan kota mempunyai fungsi dan tujuan sebagai berikut
:
1. Kehadiran sebuah kota memiliki tujuan untuk
memenuhi kebutuhan penduduknya agar dapat bertahan dan melanjutkan hidup, serta
meningkatkan kualitas kehidupan.
2. Komponen-komponen kota adalah penduduk,
pemerintah, pembangunan fisik, sumberdaya alam dan fungsi.
3. Penduduk kota meliputi jumlah (dipengaruhi
oleh tingkat kelahiran, kematian, migrasi), dan kecenderungan penyebaran (umur,
jenis kelamin, etnik, sosial ekonomi, agama dan lainnya.
4. Pentingnya kehadiran flora dan fauna.
5. Pembangunan fisik yang meliputi tipe bentuk
(konfigurasi), kepadatan (densiti), differensiasi dan konektiviti.
6. Sumberdaya terdiri dari sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia.
7. Kota berfungsi terutama sebagai pusat
pemukiman dan pelayanan kerja, rekreasi dan transportasi.
8. Pada umumnya kota menghadapi masalah
ekonomi, masalah tata ruang dan masalah linhgkungan hidup.
Menurut Eko Budihardjo (1998) ruang terbuka
adalah bagian dari ruang yang memeiliki definisi sebagai wadah yang menampung
aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam
bentuk fisik.
Ruang terbuka memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
1.
Fungsi umum :
·
Tempat bermain dan berolah raga,
tempat bersantai, tempat komunikasi sosial, tempat peralihan, tempat menunggu
·
Sebagai ruang terbuka, ruang ini
berfungsi untuk mendapatkan udara segar dari alam.
·
Sebagai sarana penghubung antara suatu
tempat dengan tempat lain.
·
Sebagai pembatas atau jarak di antara
massa bangunan.
2. Fungsi ekologis :
·
Penyegaran udara, menyerap air hujan,
pengendalian banjir, memelihara ekosistem tertentu.
·
Pelembut arsitektur bangunan.
Terbentuknya ruang terbuka dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik oleh alam maupun lingkungan buatan, dibedakan sebagai
berikut :
a. Pembatas, dimana ruang selalu terbentuk
oleh tiga elemen pembentuk ruang yaitu bidang alas, bidang langit-langit dan
bidang pembatas/dinding
b. Skala, dalam arsitektur menunjukkan
perbandingan antara elemen bangunan atau ruang dengan elemen tertentu yang
ukurannya sesuai dengan kebutuhan manusia. Skala terdiri atas 2 (dua) macam :
·
Skala
manusia, perbandingan ukuran elemen atau ruang dengan dimensi tubuh manusia
·
Skala
generik, perbandingan elemen bangunan atau ruang terhadap elemen lain yang
berhubungan dengan sekitarnya.
c. Bentuk, yang terdiri atas bentuk dua dimensi
dan tiga dimensi. Dapat juga dikategorikan dalam dua bagian bentuk alami dan
buatan. Menurut penampilan terbagi atas : bentuk teratur, bentuk lengkung dan
bentuk tidak teratur.
RUANG TERBUKA dan RUANG TERBUKA HIJAU
I.
RUANG TERBUKA (OPENSPACE)
Sampai
saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya
ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman
di perkotaan bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan
kumuh yang rentan dengan bencana banjir/longsor serta semakin hilangnya ruang
terbuka (Openspace) untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.
Sebagai
wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat mempertautkan
seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial,
ekonomi, dan budaya. Aktivitas di ruang publik dapat bercerita secara gamblang
seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat.
Ruang
terbuka menciptakan
karakter masyarakat kota. Tanpa ruang-ruang publik masyarakat yang terbentuk
adalah masyarakat maverick yang nonkonformis-individualis-asosial,
yang anggota-anggotanya tidak mampu berinteraksi apalagi bekerja sama satu sama
lain. Agar efektif sebagai mimbar, ruang publik haruslah netral. Artinya, bisa
dicapai (hampir) setiap penghuni kota. Tidak ada satu pun pihak yang berhak
mengklaim diri sebagai pemilik dan membatasi akses ke ruang publik sebagai
sebuah mimbar politik.
Ruang
terbuka adalah
ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun
waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang
terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau
seperti taman kota, hutan dan sebagainya. Dilihat dari sifatnya ruang
terbuka bisa dibedakan menjadi ruang terbuka privat (memiliki
batas waktu tertentu untuk mengaksesnya dan kepemilikannya bersifat
pribadi, contoh halaman rumah tinggal), ruang terbuka semi privat
(ruang publik yang kepemilikannya pribadi namun bisa diakses langsung
oleh masyarakat, contoh Senayan, Ancol) dan ruang terbuka umum
(kepemilikannya oleh pemerintah dan bisa diakses langsung oleh masyarakat tanpa
batas waktu tertentu, contoh alun-alun, trotoar). Selain itu ruang
terbuka pun bisa diartikan sebagai ruang interaksi (Kebun Binatang, Taman
rekreasi, dll).
Ditinjau
dari pengertian di atas, ruang terbuka tidak selalu harus memiliki
bentuk fisik (baca: lahan dan lokasi) definitif. Dalam bahasa arsitektur, ruang
terbuka yang telah berwujud fisik ini sering juga disebut sebagai ruang
publik, sebutan yang sekali lagi menekankan aspek aksesibilitasnya.
Stephen
Carr dalam bukunya Public Space,
ruang publik harus bersifat responsif, demokratis, dan bermakna.
Ruang publik yang responsif artinya harus dapat digunakan untuk berbagai
kegiatan dan kepentingan luas. Secara demokratis yang dimaksud adalah
ruang publik itu seharusnya dapat dimanfaatkan masyarakat umum tanpa harus
terkotak-kotakkan akibat perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya. Bahkan,
unsur demokratis dilekatkan sebagai salah satu watak ruang publik karena ia
harus dapat dijangkau (aksesibel) bagi warga dengan berbagai kondisi
fisiknya, termasuk para penderita cacat tubuh maupun lansia.
Ruang-ruang
terbuka atau
ruang-ruang publik ditinjau dari bentuk fisiknya dapat rupa Ruang
Terbuka Hijau dan/atau Ruang Terbuka Binaan (Publik atau Privat)
II.
RUANG TERBUKA HIJAU (Green Openspaces)
Secara
definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah
kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina
untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota,
dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian.
Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan
tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem
perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.
Sejumlah
areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir
ini, ruang publik, telah tersingkir akibat pembangunan
gedung-gedung yang cenderung berpola “kontainer” (container
development) yakni bangunan yang secara sekaligus dapat menampung berbagai
aktivitas sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya, yang
berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang
kelas menengah ke atas saja yang “percaya diri” untuk datang ke
tempat-tempat semacam itu.
Ruang
terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota
besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari
luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena
bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus
mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada.
Contoh, Curtibas, sebuah kota di Brazil yang
menjadi bukti keberhasilan penataan ruang yang mengedepankan RTH di
perkotaan. Melalui berbagai upaya penataan ruang seperti pengembangan
pusat perdagangan secara linier ke lima penjuru kota, sistem transportasi, dan
berbagai insentif pengembangan kawasan, persampahan dan RTH, kota tersebut
telah berhasil meningkatkan rata-rata luasan RTH per kapita dari 1 m2 menjadi
55 m2 selama 30 tahun terakhir. Sebagai hasilnya kota tersebut sekarang
merupakan kota yang nyaman, produktif dengan pendapatan per kapita penduduknya
yang meningkat menjadi dua kali lipat. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggapan
pengembangan RTH yang hanya akan mengurangi produktivitas ekonomi kota tidak
terbukti.
Kebijaksanaan
pertanahan di perkotaan yang sejalan dengan aspek lingkungan hidup adalah
jaminan terhadap kelangsungan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau ini
mempunyai fungsi “hidro-orologis”, nilai estetika dan seyogyanya
sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Taman-taman di kota menjadi wahana bagi kegiatan
masyarakat untuk acara keluarga, bersantai, olah raga ringan dan lainnya.
Demikian pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka hendaknya semua pihak yang
terkait harus mempertahankan keberadaannya dari keinginan untuk merobahnya.
Ruang
Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) Dan Ruang Terbuka Hijau Binaan
(RTH Binaan).
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik
dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih
bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau
tanaman budi daya. Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan
kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan, hutan
bakau, dsbnya.
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik
dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih
bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan
buatan dan sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan
keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi
sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan
perlindungan terhadap flora
III.
RUANG TERBUKA BINAAN (Built Openspaces)
Ruang Terbuka Binaan atau Built Openspaces, terdiri dari Ruang Terbuka Binaan Publik (RTBPU) Dan Ruang Terbuka Binaan Privat
(RTBPV).
Ruang Terbuka Binaan Publik (RTBP) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas,
baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya
lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi keseluruhan
oleh perkerasan.
Ruang Terbuka Binaan Publik makro antara lain: ruang jalan, kawasan bandar
udara, kawasan pelabuhan laut, daerah rekreasi, dan Ruang Terbuka Binaan Publik
mikro seperti mall di lingkungan terbatas, halaman mesjid, halaman gereja,
plaza di antara gedung perkantoran dan kantin.
Ruang Terbuka Binaan Privat (RTBPV) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas,
baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya
lebih bersifat terbatas/ pribadi.
Ruang Terbuka Binaan Privat antara lain: halaman rumah tinggal dengan
berbagai luasan persil
Bagan Struktur Ruang Terbuka
RUANG TERBUKA
BINAAN PRIVAT
(RTBPV)
|
RUANG TERBUKA
BINAAN PUBLIK
(RTBPU)
|
RUANG TERBUKA
OPENSPACE
|
RUANG TERBUKA
HIJAU LINDUNG
(RTHL)
|
RUANG TERBUKA
HIJAU BINAAN
(RTH BINAAN)
|
RUANG TERBUKA
BINAAN
(RTB)
|
Ruang Terbuka Hijau Lindung
(RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman
yang tumbuh secara alami atau tanaman budi daya.
Kawasan hijau lindung terdiri
dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah
pertanian, persawahan, hutan bakau, dsbnya.
|
Ruang Terbuka Binaan Publik
(RTBP) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan
permukaan tanah di dominasi keseluruhan oleh perkerasan.
Ruang Terbuka Binaan Publik
makro antara lain: ruang jalan, kawasan bandar udara, kawasan pelabuhan laut,
daerah rekreasi,
dan Ruang Terbuka Binaan Publik
mikro seperti mall di lingkungan terbatas, halaman mesjid, halaman gereja,
plaza di antara gedung perkantoran dan kantin.
|
RUANG TERBUKA
HIJAU
(RTH)
|
Ruang Terbuka Hijau Binaan
(RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di
dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang hijau
terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun
dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air,
pencegahan polusi udara dan perlindungan terhadap flora
Adapun kawasan ruang terbuka
hijau binaan dimanfaatkan untuk fasilitas umum rekreasi dan olahraga taman,
kebun hortikultura, hutan kota, taman di lingkungan perumahan, pemakaman
umum, jalur hijau umum, jalur hijau pengamanan sungai, jalur hijau pengamanan
kabel tegangan tinggi, dan termasuk bangunan pelengkap atau kelengkapannya
|
Ruang Terbuka Binaan Privat
(RTBPV) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbatas/ pribadi.
Ruang Terbuka Binaan Privat
antara lain: halaman rumah tinggal dengan berbagai luasan persil.
|
IV.
PENDEKATAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN FUNGSINYA
Pendekatan
ini didasarkan pada bentuk-bentuk fungsi yang dapat diberikan oleh ruang
terbuka hijau terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan, atau
dalam upaya mempertahankan kualitas yang baik.
a.
Daya Dukung Ekosistem
Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dilandasi
pemikiran bahwa ruang terbuka hijau tersebut merupakan komponen alam, yang
berperan menjaga keberlanjutan proses di dalam ekosistemnya. Oleh karena itu
ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung terhadap keberlangsungan
lingkungannya. Dalam hal ini ketersediaan ruang terbuka hijau di dalam
lingkungan binaan manusia minimal sebesar 30%.
b.
Pengendalian Gas Berbahaya dari Kendaraan Bermotor
-
Gas-gas yang dikeluarkan oleh
kendaraan bermotor sebagai gas buangan bersifat menurunkan kesehatan manusia
(dan makhluk hidup lainnya), tertama yang berbahaya sekali adalah dari golongan
Nox, CO, dan SO2. Diharapkan ruang terbuka hijau mampu mengendalikan
keganasan gas-gas berbahaya tersebut, meskipun ruang terbuka hijau sendiri
dapat menjadi sasaran kerusakan oleh gas tersebut. Oleh karena itu, pendekatan
yang dilakukan adalah mengadakan dan mengatur susunan ruang terbuka hijau
dengan komponen vegetasi di dalamnya yang mampu menjerat maupun menyerap
gas-gas berbahaya. Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia (oleh Dr. Nizar
Nasrullah) telah menunjukkan keragaman kemampuan berbagai jenis pohon dan
tanaman merambat dalam kaitannya dengan kemampuan untuk menjerat dan menyerap
gas-gas berbahaya tersebut. Perkiraan kebutuhan akan jenis vegetasi sesuai dengan maksud ini tergantung
pada jenis dan jumlah kendaraan, serta susunan jenis dan jumlahnya.
-
Sifat dari vegetasi di dalam
ruang terbuka hijau yang diunggulkan adalah kemampuannya melakukan aktifitas
fotosintesis, yaitu proses metabolisme di dalam vegetasi dengan menyerap
gas CO2, lalu membentuk gas oksigen. CO2 adalah jenis gas buangan kendaraan bermotor yang berbahaya
lainnya, sedangkan gas oksigen adalah gas yang diperlukan bagi kegiatan
pernafasan manusia. Dengan demikian ruang terbuka hijau selain mampu mengatasi
gas berbahaya dari kendaraan bermotor, sekaligus menambah suplai oksigen yang
diperlukan manusia. Besarnya kebutuhan ruang terbuka hijau dalam mengendalikan
gas karbon dioksida ini ditentukan berdasarkan target minimal yang dapat
dilakukannya untuk mengatasi gas karbon dioksida dari sejumlah kendaraan dari
berbagai jenis kendaraan di kawasan perkotaan tertentu.
c.
Pengamanan Lingkungan Hidrologis
-
Kemampuan vegetasi dalam ruang
terbuka hijau dapat dijadikan alasan akan kebutuhan keberadaan ruang terbuka
hijau tersebut. Dengan
sistem perakaran yang baik, akan lebih menjamin kemampuan vegetasi
mempertahankan keberadaan air tanah. Dengan semakin meningkatnya areal
penutupan oleh bangunan dan perkerasan, akan mempersempit keberadaan dan ruang
gerak sistem perakaran yang diharapkan, sehingga berakibat pada semakin
terbatasnya ketersediaan air tanah.
-
Dengan semakin tingginya kemampuan vegetasi dalam meningkatkan ketersediaan
air tanah, maka secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya
peristiwa intrusi air laut ke dalam sistem hidrologis yang ada, yang dapat
menyebabkan kerugian berupa penurunan kualitas air minum dan terjadinya korosi/
penggaraman pada benda-benda tertentu.
d.
Pengendalian Suhu Udara Perkotaan
-
Dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan evapo-transpirasi, maka vegetasi
dalam ruang terbuka hijau dapat menurunkan tingkat suhu udara perkotaan. Dalam
skala yang lebih luas lagi, ruang terbuka hijau menunjukkan kemampuannya untuk
mengatasi permasalahan ‘heat island’ atau ‘pulau panas’, yaitu
gejala meningkatnya suhu udara di pusat-pusat perkotaan dibandingkan dengan
kawasan di sekitarnya.
-
Tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau untuk suatu kawasan perkotaan bergantung
pada suatu nilai indeks, yang merupakan fungsi regresi linier dari persentase
luas penutupan ruang terbuka hijau terhadap penurunan suhu udara. Jika suhu
udara yang ditargetkan telah ditetapkan, maka melalui indeks
tersebut akan dapat diketahui luas penutupan ruang terbuka hijau minimum yang
harus dipenuhi. Namun yang harus dicari terlebih dahulu adalah nilai dari
indeks itu sendiri.
e.
Pengendalian Thermoscape di Kawasan Perkotaan
-
Keadaan panas suatu lansekap (thermoscpe) dapat dijadikan sebagai suatu
model untuk perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau. Kondisi Thermoscape ini tergantung pada komposisi
dari komponen-komponen penyusunnya. Komponen vegetasi merupakan komponen yang
menunjukan struktur panas yang rendah, sedangkan bangunan, permukiman, paving,
dan konstruksi bangunan lainnya merupakan komponen dengan struktur panas yang
tinggi. Perimbangan antara komponen-komponen dengan struktur panas rendah
dan tinggi tersebut akan menentukan kualitas kenyamanan yang dirasakan oleh
manusia. Guna mencapai keadaan yang diinginkan oleh manusia, maka komponen-komponen
dengan struktur panas yang rendah (vegetasi dalam ruang terbuka hijau)
merupakan kunci utama pengendali kualitas thermoscape yang diharapkan. Keadaan struktur panas komponen-komponen dalam
suatu keadaan thermoscape ini dapat diukur dengan mempergunakan kamera infra
merah.
-
Keadaan panas suatu ruang lansekap yang dirasakan oleh manusia merupakan
indikator penting dalam menilai suatu struktur panas yang ada. Guna memperoleh
keadaan yang ideal, maka diperlukan keadaan struktur panas yang dirasakan
nyaman oleh manusia. Dengan demikian, terdapat suatu korelasi antara
komponen-komponen penyusun struktur panas dalam suatu keadaan thermoscape
tertentu, dan rasa panas oleh manusia. Secara umum dinyatakan bahwa
komponen-komponen dengan struktur panas rendah dirasakan lebih nyaman
dibandingkan dengan struktur panas yang lebih tinggi.
f.
Pengendalian Bahaya-Bahaya Lingkungan
-
Fungsi ruang terbuka hijau dalam mengendalikan bahaya lingkungan terutama
difokuskan pada dua aspek penting : pencegahan bahaya kebakaran dan
perlindungan dari keadaan darurat berupa gempa bumi.
-
Ruang terbuka hijau dengan komponen penyusun utamanya berupa vegetasi mampu
mencegah menjalarnya luapan api kebakaran secara efektif, dikarenakan vegetasi
mengandung air yang menghambat sulutan api dari sekitarnya. Demikian juga dalam
menghadapi resiko gempa bumi yang kuat dan mendadak, ruang terbuka hijau
merupakan tempat yang aman dari bahaya runtuhan oleh struktur bangunan. Dengan
demikian, ruang terbuka hijau perlu diadakan dan dibangun ditempat-tempat
strategis di tengah-tengah lingkungan permukiman.
V.
PENDEKATAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN FUNGSINYA
Pendekatan
ini didasarkan atas satu atau lebih manfaat yang dapat diperoleh oleh pengguna,
terutama di kawasan perkotaan. Secara umum manfaat yang diinginkan adalah
berupa perolehan kondisi dan atau suasana yang sifatnya membangun kesehatan
jasmani dan rohani manusia.
a.
Peningkatan kesehatan dan kesegaran lingkungan
b.
Penciptaan susunan ruang vista
c.
Penciptaan ruang bagi pendidikan lingkungan.
5.1. Pola
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Beberapa Kota Besar
Pola
pengembangan ruang terbuka hijau di berbagai kota memiliki keragaman penanganan
yang disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah, pola hidup masyarakat, dan
konsistensi kebijakan pemerintah.
Berikut
akan diuraikan beberapa kasus pengembangan ruang terbuka hijau kota sebagai
bahan komparasi untuk memperoleh masukan yang komprehensif mengenai rumusan
bentuk pengaturan yang akan dihasilkan.
5.1.2
Ruang Terbuka Hijau di Luar Negeri
Kesadaran
pembangunan perkotaan berwawasan lingkungan di negara-negara maju telah
berlangsung dalam hitungan abad. Pada jaman Mesir Kuno, ruang terbuka hijau
ditata dalam bentuk taman-taman atau kebun yang tertutup oleh dinding dan
lahan-lahan pertanian seperti di lembah sungai Efrat dan Trigis, dan taman
tergantung Babylonia yang sangat mengagumkan, The Temple of Aman Karnak,
dan taman-taman perumahan.
Selanjutnya
bangsa Yunani dan Romawi mengembangkan Agora, Forum, Moseleum dan berbagai
ruang kota untuk memberi kesenangan bagi masyarakatnya dan sekaligus lambang
kebesaran dari pemimpin yang berkuasa saat itu.
Berikutnya pada jaman Meldevel, pelataran gereja yang berfungsi sebagai
tempat berdagang, berkumpul sangat dominan sebelum digantikan jaman Renaisance
yang glamour dengan plaza, piaza dan square yang luas dan hiasan detail serta
menarik. Seni
berkembang secara optimal saat ini, sehingga implementasi keindahan dan
kesempurnaan rancangan seperti Versailles dan kota Paris menjadi panutan dunia.
Gerakan baru yang lebih sadar akan arti lingkungan melahirkan taman kota
skala besar dan dapat disebut sebagai pemikiran awal tentang sistem ruang
terbuka kota. Central
Park New York oleh
Frederick Law Olmested dan Calvert Voux melahirkan profesi
Arsitektur Lansekap yang kemudian mengembang dan mendunia.
Melihat kenyataan tersebut tampaknya kebutuhan ruang terbuka yang tidak
hanya mengedepankan aspek keleluasaan, namun juga aspek kenamanan dan keindahan
di suatu kota sudah tidak dapat dihidari lagi, walaupun dari hari ke hari
ruang terbuka hijau kota menjadi semakin terdesak. Beberapa pakar mengatakan
bahwa ruang terbuka hijau tidak boleh kurang dari 30%, Shirvani (1985), atau
1.200 m2 tajuk tanaman diperlukan untuk satu orang, Grove
(1983).
Bagaimana
kota-kota di Mancanegara menghadapi hal ini, berikut diuraikan beberapa
kota-kota yang dianggap dapat mewakili keberhasilan Pemerintah Kota dalam
pengelolaan ruang terbuka hijau kota.
Singapura, dengan luas 625 Km2 dan penduduk 3,6 juta pada tahun
2000 dan kepadatan 5.200 jiwa/ km2, diproyeksikan memiliki ruang
terbangun mencapai 69% dari luas kota secara keseluruhan. Dalam rencana
digariskan 24% atau 177 Km2 sebagai ruang terbuka, sehingga standar
ruang terbukanya mencapai 0,9 ha per 1.000 orang.
Tokyo, melakukan perbaikan ruang terbuka hijau pada jalur hijau jalan,
kawasan industri, hotel dan penutupan beberapa jalur jalan. Walaupun luas kota Tokyo sangat terbatas, namun
Pemerintah kota tetap mengusahakan taman-taman tersebut, yang memiliki standar
0,21 ha per 1.000 orang.
Sementara itu, pendekatan penyediaan ruang terbuka hijau yang dilakukan di
Bombay – India, dapat pula dijadikan masukan awal untuk dapat memahami Hirarki
Ruang Terbuka Hijau di lingkungan permukiman padat.
Menurut Correa, (1988), dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa
apabila diabstraksikan kebutuhan akan hal-hal yang bersifat sosial
tercermin di dalam 4 (empat) unsur utama, yaitu :
·
Ruang
keluarga yang digunakan untuk keperluan pribadi
·
Daerah
untuk bergaul/ sosialisasi dengan tetangga
·
Daerah
tempat pertemuan warga
·
Daerah
ruang terbuka utama yang digunakan untuk kegiatan bersama seluruh warga
masyarakat
Penelitian ini lebih lanjut
mengungkapkan bahwa diperkirakan 75% fungsi ruang terbuka hijau dapat tercapai.
Hal ini dikarenakan padatnya tingkat permukiman sehingga ruang terbuka
berfungsi menjadi daerah interaksi antar individu yang sangat penting bahkan
dibutuhkan.
Jakarta dengan tingkat kepadatan
penduduk yang cukup tinggi, mencapai 8.000.000 jiwa, merupakan kenyataan. Oleh
karenanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam
menentukan besarnya Ruang Terbuka Hijau pada kawasan permukiman padat.
Untuk menentukan standar RTH
perlu dibuatkan suatu penelitian berdasarkan studi banding standar yang berlaku
di negara lain.
Kondisi Ruang Terbuka Hijau Kota-Kota Besar
No.
|
Kota
|
Populasi (juta jiwa)
|
RTH (m2/jiwa)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
|
Singapura
Baltimore
Chicago
San Fransisco
Washington DC
Muenchen
Amsterdam
Geneva
Paris
Stocholm
Kobe
Tokyo
|
2,70
0,93
3,37
0,66
0,76
1,27
0,81
0,17
2,60
1,33
1,40
11,80
|
7,0
27,0
8,80
32,20
45,70
17,60
29,40
15,10
8,40
80,10
8,10
2,10
|
Sumber : Liu Thai Ker, 1994
Dalam
rangka optimalisasi distribusi penyediaan ruang terbuka hijau kota, contoh
kasus pengembangan pembangunan pertamanan yang diterapkan di Roterdam (A.B
Grove dan R.W. Cresswell dalam City Landscape) dapat
dikemukakan tabel dibawah ini:
Ruang Terbuka Hijau Kota Roterdam
terbagi sebagaimana ditampilkan dalam tabel berikut ini :
Tabel Pembagian Ruang Terbuka Hijau Kota Roterdam
Unit
|
Jenis Ruang Terbuka Hijau
|
Keterangan
|
1
|
Ruang Terbuka Hijau di Lokasi Perumahan (House Block Greenspace)
|
Luas = + 50 – 5000m2
Jarak Tempuh, max = 250 m
Lokasi : di dalam area
perumahan
Standard : 2,8 – 3,7 m2/
penduduk
|
2
|
Ruang Terbuka Hijau di Bagian
Kota (Quarter Greenspace)
|
Luas = + 5000m2 (4 Ha)
Jarak Tempuh, Max = 400 m
Lokasi : radius + 300 –
500 m
Standard : 3,6 – 4,5 m2/
penduduk
|
3
|
Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Kota (District Greenspace)
|
Luas = + min 8 Ha
Jarak tempuh, max = 800 m
Lokasi : di wilayah kota
Standar : 3,7 – 4,8 m2/
penduduk
Ruang Terbuka ini melayani 2
s/d 3 ruang terbuka hijau bagian wilayah kota
|
4
|
Ruang Terbuka Hijau Kota (Town Greenspace)
|
Luas = 20 – 200 Ha
Dapat berfungsi sebagai daerah
rekreasi
Standar : 9 – 12,8 m2/ penduduk
|
5.1.3.
Ruang Terbuka Hijau di Dalam Negeri
Hampir
semua studi mengenai perencanaan kota (yang dipublikasikan dalam bentuk rencana
umum tata ruang kota dan pendetailannya) menyebutkan bahwa kebutuhan ruang
terbuka di perkotaan berkisar antara 30% hingga 40%, termasuk di dalamnya bagi
kebutuhan jalan, ruang-ruang terbuka perkerasan, danau, kanal, dan lain-lain.
Ini berarti keberadaan ruang terbuka hijau (yang merupakan
sub
komponen ruang terbuka) hanya berkisar antara 10 % – 15 %.
Kenyataan
ini sangat dilematis bagi kehidupan kota yang cenderung berkembang sementara
kualitas lingkungan mengalami degradasi/kemerosotan yang semakin
memprihatinkan. Ruang terbuka hijau yang notabene diakui merupakan alternatif
terbaik bagi upaya recovery fungsi ekologi kota yang hilang, harusnya
menjadi perhatian seluruh pelaku pembangunan yang dapat dilakukan melalui
gerakan sadar lingkungan, mulai dari level komunitas pekarangan hingga
komunitas pada level kota.
Di
Surabaya, kebutuhan ruang terbuka hijau yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah
sejak tahun 1992 adalah 20 – 30%. Sementara kondisi eksisting ruang terbuka
hijau baru mencapai kurang dari 10% (termasuk ruang terbuka hijau pekarangan).
Hasil studi yang dilakukan oleh Tim Studi dari Institut Teknologi 10 November
Surabaya tentang Peranan Sabuk Hijau Kota Raya tahun 1992/1993
menyebutkan bahwa luas RTH berupa taman, jalur hijau, makam, dan lapangan
olahraga adalah + 418,39 Ha, atau dengan kata lain pemenuhan kebutuhan
RTH baru mencapai 1,67 m2/penduduk. Jumlah ruang terbuka hijau
tersebut sangat tidak memadai jika perhitungan standar kebutuhan dilakukan
dengan menggunakan hasil proyeksi Rencana Induk Surabaya 2000 saat itu yaitu
10,03 m2/penduduk.
Di
Jogyakarta, luas ruang terbuka hijau kota berdasarkan hasil inventarisasi Dinas
Pertamanan dan Kebersihan adalah 51.108 m2 atau hanya sekitar 5,11
Ha (1,6% dari luas kota), yang terdiri dari 62 taman, hutan kota, kebun raya,
dan jalur hijau. Bila jumlah luas tersebut dikonversikan dalam angka rata-rata
kebutuhan penduduk, maka setiap penduduk Yogyakarta hanya menikmati 0,1 m2
ruang terbuka hijau.
Dibandingkan
dengan dua kota yang telah disebutkan di atas, barangkali pemenuhan kebutuhan
ruang terbuka hijau bagi penduduk di Kota Bandung masih lebih tinggi. Hingga
tahun 1999, tiap penduduk Kota Bandung menikmati + 1,61 m2
ruang terbuka hijau. Angka ini merupakan kontribusi eksisting ruang terbuka
hijau yang mencover Kota Bandung dengan porsi + 15% dari total
distribusi pemanfaatan lahan Kota.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous,
1989. Laporan Dinas Pertamanan DKI 1988 – 1989. Dinas Pertamanan
DKI
Direktorat
Jenderal Pembangunan Daerah, Depdagri, Ruang Terbuka Hijau Kota. Jakarta, 1990
Danisworo,
M, 1998, Makalah Pengelolaan kualitas lingkungan dan lansekap perkotaan
di indonesia dalam menghadapi dinamika abad XXI.
Danoedjo,S.
1990., Menuju Standar Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Kota Dalam Rangka
Melengkapi Standar Nasional Indonesia. Direktur Jenderal Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Hester
R.T, 1975 Neighborhood Space. Husting son and Rose.
Jurnal
Arsitektur Lansekap Indonesia nomor 04 tahun 1998.
Laurie.
M, 1975. An Introduction to Landscape Architecture. American Publisher.
Newton
N,T, 1971. Design On the Land. (The Development Of Landscape Architecture).
Pemerintah
DKI Jakarta, Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Tahun 1991.
Jakarta, Maret 1992.
Pemerintah
Kotamadya DT II Ambon, Aspek Pertamanan Dalam Program Trotoarisasi Kota Ambon.
Ambon, 1990.
Pemerintah
Kotamadya DT II Malang,, Sejarah Perencanaan Kota Malang Sejak Jaman Kolonial
Dan Perkembangannya Ditinjau Dari Aspek Pertamanan. Jakarta, 23 Agustus 1990.
Pemerintah
Kotamadya DT II Surabaya, Langkah Kebijakan dan Pengalaman Praktis Pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau Di Surabaya. Jakarta, 1990.
Rustam
Hakim, Thesis Analisis Kebijakan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota DKI
Jakarta, Institut Teknologi Bandung, 2000.
Rustam
Hakim, 1995, Peran Arsitektur Lansekap Dalam Wilayah Perkotaan, FALTL Universitas
Trisakti, Jakarta
Rustam
Hakim, 1988, Unsur unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap, Bina Aksara,
Jakarta.
Rustam
Hakim, 1996, Tahapan dan Proses Perancangan dalam Arsitektur Lansekap, penerbit
Bina Aksara Jakarta
Rustam
Hakim, 2004, Arsitektur Lansekap,Manusia, Alam dan Lingkungan, penerbit
Bina Aksara Jakarta
Dusseldorp,
D.B.M.W.Van, 1981. Participation
in Planed Development : Influence by Government of Developing Contries of Local
Level in Rural Areas.
Susanto
A., 1993. Gerakan Penghijauan Sejuta Pohon Menuju Jakarta Berwawasan
Lingkungan. Dinas Bina Program Dinas
Pertanaman DKI Jaya.
Hester
R.T, 1975 Neighborhood Space. Husting son and Rose.
Laurie.
M, 1975. An Introduction to Landscape Architecture. American Publisher.
Liliawati,
E, Mudjono, 1998, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Harvarindo.
Newton
N,T, 1971. Design On the Land. (The Development Of Landscape Architecture).
Robinette,
J., 1983. Lanscape Planning For Energy Conservation. Van Nostrand
Reinhold Co., New York.
Soemarwoto,
O., 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Jambatan
Jakarta.
Walter,
JK Stephen, 1993, Enterprise Government And The Public, McGrawHill Inc.
APLIKASI PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BANGUNAN
:: TATA RUANG, SIRKULASI, PENCAHAYAAN, TATA
UDARA (PENGHAWAAN)
A. FAKTOR BANGUNAN YANG BAIK :
- FUNGSIONAL (ruang yang terbentuk dapat digunakan optimal, memenuhi syarat sehat, kenyamanan)
- STRUKTUR (kokoh dan pemakai ruang merasa aman)
- INDAH (Estetis)
B. Dasar-dasar Perencanaan yang
Memenuhi Kaidah Fungsi :
- Memenuhi fungsi bangunan (Gambaran kegiatan, dimana kegiatan tersebut membutuhkan tempat/ wadah/ruang untuk berlangsungnya kegiatan tersebut).
- Dapat menampung kegiatan
- Kebutuhan ruang untuk semua proses kegiatan terpenuhi (pengelompokan ruang, zoning, hubungan ruang, luas ruang dsb)
- Aksessibilitas – sirkulasi mudah, aman dan nyaman (horizontal, vertikal)
C. Pengaruh Fungsi :
- Fungsi dapat dikategorikan sebagai penentu bentuk atau panduan menuju bentuk.
- Fungsi menunjukkan ke arah mana bentuk harus ditentukan. (Yuswadi Saliya, Dosen Arsitektur ITB, 1999).
- Form follows function (Louis Sullivan)
D. KAIDAH PERENCANAAN TATA
RUANG
- Bagian-bagian ruang/bangunan yang berhubungan atau daerah dengan fungsi kegiatan yang berkaitan supaya didekatkan.
- Ruang-ruang yang sejenis selain terletak berdekatan, juga harus terletak berurutan menurut proses kegiatan yang terjadi, agar tidak terpurtus oleh kegiatan lain yang berbeda.
- Arus perpindahan lancar dan langsung, bila mungkin tidak terputus atau terpotong jalan silang dan jarak menjadi “pendek”.
- Masing-masing kegiatan ditempatkan dibagian bangunan yang memadai (luas, volume, penerangan, pengaahawaan dsb).
E. SIRKULASI atau PENCAPAIAN
Suatu (daerah) yang menghubungkan
antara suatu tempat / ruang ke tempat / ruang lain. Ada 2 (dua) macam :
- Sirkulasi horizontal : : koridor, selasar, jalan penghubung
- Sirkulasi vertical : tangga (umum/darurat), elevator (lift), escalator (tangga berjalan), Ramp
Sirkulsasi vertical berfungsi sebagai
:
- pusat pengendali antar lantai
- pusat aksesibilitas antar ruang
Kriteria sirkulasi :
- efisien pemakaian (“pendek”, mudah, aman)
- memperlihatkan keterarutan (adanya bimbingan)
Tangga Umum
- “Dekat” pintu utama
- Mudah dicapai dari berbagai bagian (sudut) banguan.
- Memenuhi persyaratan perhitungan tangga.
- Memenuhi persyaratan kenyamanan, keamanan & ketahanan
Tangga Darurat
- Mudah terlihat.
- Mudah dicapai dari berbagai bagian (sudut) bangunan.
- Terbuka (berhubungan dengan udara luar).
- Memenuhi persyaratan perhitungan tangga umum.
- Memenuhi persyaratan kemanan dan ketahanan.
Main entrance (Pintu Utama)
- kesan menerima
- terbuka
- mudah di capai
- mudah terlihat
F. AKSESIBILITAS
Faktor Pertimbangan Aksessibilitas :
- Kemudahan / langsung : mudah dicapai, belokan minimal, jarak se”pendek” mungkin
- Keamanan : Cross minimal, hindari bottle neck, lebar jalan masuk = jalan keluar / distribusi keadaan darurat (kebakaran, gempa dsb)
- Logis : adanya bimbingan, penjelasan, penegasan (dalam bahasa arsitektur) : belokan ; simpang 2, 3, 4 dsb, memberikan arah
- Cukup penerangan – penghawaan
Tata letak kolom dan aksesibilitas
- Kemudahan dan kenyamanan pelaksanaan kegiatan
- Efisiensi ruang
- Kemudahan dalam perencanaan struktur utama
- Efisiensi utilitas bangunan
G. RENCANA TATA RUANG
- Pentaan Ruang : proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
- Rencana Tata Ruang : hasil perencanaan tata ruang
- AZAS : Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna, dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan
Tujuan Tata Ruang : adalah mencapai
penataan ruang untuk :
- mewujudkan keterpaduan penggunaan ruang dengan memperhatikan proses kegiatan dan fungsi bangunan;
- mewujudkan perlindungan fungsi ruang sehingga kegiatan yang diwadahi dalam berlangsung dengan baik dan lancar;
- mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
H. TATA UDARA
- Pengalaman membuktikan: sebuah
ruang yang dihuni banyak orang, dengan udara tidak diganti dengan yang segar,
akan cepat menjadi sangat tidak nymanan, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
- Tahun 1756 di penjara Calcutta
disekap 146 pembrontak, esok harinya hanya 23 yang kedapan masih hidup
- Ventilasi udara merupakan
kebutuhan pokok yang tidak dapat diabaikan untuk kesehatan dan kenyamaan.
Kesehatan dan Kenyamanan
Syarat yang penting untuk kesehatan
dan kenyamanan adalah mempertahankan keseimbangan panas (thermal) antara tubuh
dengan lingkungan. Ini mencakup pemeliharaan perubahan suhu tubuh sekecil
mungkin meskipun terjadi perubahan suhu yang besar pada lingkungan sekitarnya
(luar).
keseimbangan panas, tergantung
- Faktor perorangan: aktifitas yang dilakukan dan pakaian yang dikenakan.
- Faktor-faktor lingkungan: radiasi matahari (pencahayaan), aliran udara (penghawaan), suhu dan kelembaban udara.
- Berat badan.
I. PENCAHAYAAN
- Penerangan alami (minimum 10 %), Faktor pengaruh
- ukuran dan posisi lubang cahaya;
- lebar teritis;
- faktor refleksi permukaan dalam dan luar bangunan; dan
- jarak antar bangunan.
- Penerangan buatan, Kualitas pencahayaan yang dibutuhkan dalam ruangan ditentukan
- Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan mata;
- Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan mata;
- Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusanm jenis pekerjaan.
J. TATA UDARA (PENGHAWAAN)
- Penghawaan dalam
bangunan diperoleh melalui ventilasi.
- Ventilasi adalah
pertukaran udara secara bebas dalam ruangan atau dapat pula diartikan sebagai
lubang tempat udara dapat keluar masuk secara bebas
Fungsi ventilasi bangunan
- Ventilasi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan.
- Ventilasi untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermis
- Kebutuhan ventilasi untuk kesehatan dipengaruhi
- volume ruangan per-penghuni,
- umur penghuni
- Kebutuhan udara segar untuk kesehatan adalah antara 17 sampai 26 m3 perjam perorang (R.M. Soegyanto, 1981 ; 246).
- Patokan kasar lubang ventilasi untuk penghawaan minimal 5 % dari luas lantai.
Suhu dan kelembaban udara.
- Ruang dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal.
- Suhu udara yang nikmat untuk tubuh manusia berkisar 70oF/21oC sedang kelembaban udara yang nikmat untuk tubuh manusia sekitar 40 – 70 % (Fisika Bangunan, Mangunwijaya : 143)